Sumber : Tribun Jogja (27 September 2015), “Pameran Otty Widasari Mengajak Menjelajahi Masa Lalu”, tribunjogja.com

Puluhan lukisan baik berukuran kecil, hingga paling besar yang bercerita tentang negeri Hindia Belanda berjejer di Ark Galerie, Jl Suryodiningratan 36A Yogyakarta.
Selain lukisan juga terpampang karya seni video, dan arsip-arsip gambar bergerak yang menjadi bahan riset sang seniman.
Adalah Otty Widasari seniman asal Jakarta yang menggelar Pameran tunggal bertajuk ‘Ones Who Looked at the Presence’.
Pameran ini mempresentasikan sebagian karya dari proyek seni Otty yang mengajak kita untuk menjelajah masa lalu dengan suatu kesadaran, bahwa arsip adalah sumber pengetahuan universal yang layak diakses oleh siapa pun tanpa terkecuali.
‘Ones Who Looked at the Presence’ adalah proyek seni berkelanjutan Otty Widasari yang mencoba mengeksplorasi hubungan antara filem, media, arisp, aksi dokumentasi, serta fenomena representasi dan reproduksi.
Sang seniman membedah satu demi satu dari setiap adegan gambar bergerak yang merupakan reproduksi dari arsip-arsip kolonial mengenai kehidupan masyarakat Hindia Belanda dahulu di tujuh lokasi.
Yakni Papua, Lembata, Toraja, Banjarmasin, Balikpapan, Jawa Tengah, dan Jakarta.
Aksi ini adalah caranya untuk melakukan “perekaman antropologis” terhadap peristiwa masa lalu melalui kerangka berpikir dan konteks masa kini: membalikkan kuasa terhadap sumber pengetahuan (sejarah) dan arsip, lantas dengan tepat meletakkannya di dalam ranah seni rupa zaman sekarang.
Sebuah riset saksama terhadap subjek-subjek historis di dalam arsip; menciptakan representasi baru yang mendekatkan kita kepada sejarah, melintasi ruang dan waktu.
Sehari setelah pembukaan, pada Jumat, (11/9) juga dilakukan diskusi publik yang memfokuskan percakapan mengenai seni rupa dan sinema. Pada diskusi ini hadir tiga pembicara, yaitu: Manshur Zikri (kurator), Otty Widasari (seniman), dan Yosep Anggi (sutradara dan pembuat filem); serta moderator Alia Swastika (kurator dan Direktur Program Ark Galerie).
Ada dua filem yang juga diputar dalam diskusi public ini: Jabal Hadroh, Jabal Al Jannah (2013) karya Otty Widasari dan Gerimis Sepanjang Tahun (2015) karya Komunitas Ciranggon.
Menurut Manshur Zikri kurator pameran ini, di era termutakhir saat manusia telah mampu membuat dan menggunakan pelbagai teknologi perekaan super canggih, yang dapat membuat representasi objek (lantas mereproduksinya) menjadi 100% serupa dengan bentuk riil.
Maka pemilihan “tata cara lama” untuk membingkai kenyataan dan imajinasi, seperti kegiatan melukis, masih relevan untuk dilihat pada hari ini.
Hal ini menurutnya sebagai sebuah aksi untuk membaca bagaimana sesungguhnya media mengonstruksi realitas dan sejarah kita.
Inisiatif untuk menelaah kemungkinan-kemungkinan baru akan suatu proses yang berkenaan dengan gambar.
Seperti mentransformasi arsip citra bergerak menjadi lukisan, lanjut Zikri, akan memancing suatu spekulasi baru dalam mengungkap selubung misteri dari interseksi antara lokasi, kehadiran, dan fungsi dari materi-materi, tubuh, medium, dan juga gesture sosial.
Pameran ini digelar mulai 10 September hingga 15 Oktober 2015 mendatang.
Otty Widasari ialah seniman kelahiran Balikpapan, Kalimantan Timur, 12 September, 1973. Ia sempat menempuh pendidikan di bidang Jurnalistik di Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (IISIP) Jakarta, dan menyelesaikan S1 di Fakultas Seni Rupa, Institut Kesenian Jakarta (IKJ) tahun 2013.
Sebelumnya Otty juga dikenal sebagai filmmaker, penulis, kurator dan aktivis media. Ia juga merupakan salah satu pendiri Forum Lenteng.
Sejak tahun 2008 hingga kini, ia adalah Direktur Program Pendidikan Media Berbasis Komunitas, akumassa, Forum Lenteng.
Kini, ia adalah salah satu kurator filem di ARKIPEL – Jakarta International Documentary & Experimental Film Festival.
Sebagai seorang pembuat film, ia telah membuat filem dokumenter feature, berjudul Naga Yang Berjalan Di Atas Air (2012), yang telah dipresentasikan di 4th DMZ International Documentary Film Festival, Korea Selatan.
Sebagai seorang aktivis media, ia telah sering menjadi fasilitator dalam workshop atau pembicara dalam diskusi mengenai media dan film.
Sebagai seorang seniman, karya-karyanya telah dipresentasikan di pelbagai pameran dalam dan luar negeri.
Antara lain Translated SPACE, ID Contemporary Art of Indonesia, Kunstraum Krausberg, Berlin (2010); Yogyakarta Biennale (2013); Jakarta Biennale (2013); dan SeMA Biennale Mediacity Seoul, Korea Selatan (2014). Tahun 2011, Otty menjadi salah satu nominasi Indonesian Art Awards. Saat ini, ia tinggal dan berkarya di Jakarta.